Kasus PT. KAI 2006
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena tuntunan, rahmat, dan karunia-Nyalah yang telah memberikan berkat kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Kasus Etika Profesi Akuntansi pada Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI 2006 “ tepat
pada waktunya.
Adapun
maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah
Akuntansi Internasional Makalah yang penulis susun
ini memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk penyusunannya maupun
materinya. Kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah kami selanjutnya semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama
dalam menyusun makalah selanjutnya yang dapat digunakan sebagai referensi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya penerapan Etika Profesi merupakan
pedoman yang penting dalam berperilaku yang baik dalam suatu profesi. Belakangan ini banyak sekali
pelanggaran dan kecurangan yang timbul akibat penerapan etika profesi yang
tidak maksimal. Banyak kecurangan-kecurangan yang timbul karena terkikisnya
kejujuran dan kebijaksanaan dalam berperilaku. Disini akan diulas mengenai
Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI. Hal ini menjadi menarik karena
memanipulasi laporan keuangan termasuk pelanggaran etika profesi dibidang
akuntan dan bidang akuntansi menjadi
pondasi ekonomi yang baik dalam negeri Indonesia ini. Dalam makalah ini penulis
akan menjabarkan profil serta kronologi dari kasus Manipulasi Lapoan Keuangan
PT KAI.
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi
pada kasus PT. KAI?
2. Etika profesi apa
yang dilanggar oleh PT. KAI?
1.2.2 Batasan masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
penulis hanya membahas kasus PT. KAI pada tahun 2006
1.3 Tujuan
penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa
yang terjadi pada PT. KAI
2. Untuk
mengetahui etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. KAI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 ETIKA PROFESI
AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia
diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari
tiga bagian:1. Prinsip Etika,
prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan Etika
disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan 3. Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.
2.2 PRINSIP ETIKA
PROFESI MENURUT IAI
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan
oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan
Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan
pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan,
dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab
profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,
bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi
:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas
informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang denga jelas
dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang
akuntansi.
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa
yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa
yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian jasa
oleh akuntan.
Prinsip Etika Profesi Akuntan :
1. Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati
leerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
2.3 Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia
Kode etik akuntan Indonesia memuat
delapan prinsip etika sebagai berikut:
a. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk
bekerjasama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi,
memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri.
b. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
c.
Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang melandasi kepercayaan public,
mengharuskan seorang anggota untu bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
d. Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional
dan teknik yang paling mutakhir.
f. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai
perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
h.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Manipulasi
Laporan Keuangan PT. KAI
Kejujuran
dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik
negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam kasus
PT. KAI, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan, ini
merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder
lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi
akuntansi. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya
pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,9 milyar telah
diraihnya. Padahal, apabila dicermati sebenarnya ia harus dinyatakan menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Komisaris
PT. KAI, Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan,
laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit
terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya
dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh
BPK dan akuntan publik.
Hasil
audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu
Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah
diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama,
ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Adapun
kejanggalan disebabkan karena perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:
- Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
- Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
- Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
- Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
- Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Akuntan publik terjadi
karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata
kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa
dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa
oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan
publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS
Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas
menurut beberapa sumber yang saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya
menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika
profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005
disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat
kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan
masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar
akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang
didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor
perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan
Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus yang terjadi
didalam PT. KAI dapat disimpulkan bahwa Laporan
Keuangan PT KAI disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak
terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak
sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi
dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak
auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar
akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Kasus ini juga
berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang menurut saya, akuntan internal di PT. KAI
belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Kedelapan prinsip akuntan
tersebut yaitu:
- Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
- Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
- Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
- Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
- Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.
- Kerahasiaan, akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
- Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
- Standar teknis, akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Sumber :