( Minggu 10 )
Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian
Indonesia
- Perdagangan Antar Negara
Perdagangan
antar negara atau sering disebut dengan persagangan internasional merupakan
suatu kegiatan pertukaran barang dan jasa antara satu negara dengan negara lain
yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Manfaat
dari perdagangan internasional ini adalah
1. Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap negara
3. Memperluas pasar hasil produksi
4. Meningkatkan devisa
5. Meningkatkan teknologi
1. Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap negara
3. Memperluas pasar hasil produksi
4. Meningkatkan devisa
5. Meningkatkan teknologi
• peranan perdagangan luar negeri bagi
pembangunan ekonomi Indonesia
Salah satu
hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan
internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi
pertumbuhan (trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari
komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan.Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian,kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan,
tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk
dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan
modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan
internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang
berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat
produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan
peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan
kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan
itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara
eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika
barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara
eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara
importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir
(Appleyard, 2004).
- kebijaksanaan perdagangan luar negeri dari Pelita ke Pelita berikutnya
Pembangunan pada zaman orde baru terdapat 6 tahap pelita, yaitu:
1) Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I :Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan
untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil
pertanian.
2) Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran
utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II
cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal
pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju
inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi
turun menjadi 9,5%.
3) Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih
menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan,
yaitu:
· Pemerataan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
· Pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
· Pemerataan pembagian
pendapatan
· Pemerataan kesempatan kerja
· Pemerataan kesempatan
berusaha
· Pemerataan kesempatan
berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum
perempuan
· Pemerataan penyebaran
pembagunan di seluruh wilayah tanah air
· Pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan.
4) Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik
beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada
awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah
akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan
pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5) Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi
yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6) Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
- Hambatan Perdagangan Antar Negara
Setiap negara selalu menginginkan
perdagangan yang dilakukan antarnegara dapat berjalan dengan lancar. Namun,
terkadang kegiatan perdagangan antarnegara juga mengalami beberapa hambatan.
Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan Indonesia dalam perdagangan
internasional.
Berikut ini beberapa hambatan yang dialami
Indonesia dalam perdagangan internasional.
1. Perbedaan Mata Uang Antarnegara Pada
umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah yang dapat
menghambat perdagangan antarnegara. Negara yang melakukan kegiatan ekspor,
biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan mata
uang negara pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang
itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata
uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor,
maka dapat menambah pengeluaran bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar
kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya
penetapan mata uang sebagai standar internasional.
2 . Kualitas Sumber Daya yang Rendah
Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional.
Mengapa? Karena jika sumber daya manusia rendah, maka kualitas dari hasil
produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas barang rendah,
akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain yang
kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang
bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.
3 . Pembayaran Antarnegara Sulit dan
Risikonya Besar Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara
pengimpor akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila membayarnya
dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga mempunyai
risiko yang besar. Oleh karena itu negara
pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui
kliring internasional atau telegraphic transfer atau menggunakan L/C.
4 . Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu
Negara Setiap negara tentunya akan selalu
melindungi barang-barang hasil produksinya
sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh
barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara akan
memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah
satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang
impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri
sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang
impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan
perdagangan.
5 . Terjadinya Perang Terjadinya perang
dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi
perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini
dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.
6 . Adanya Organisasi-Organisasi Ekonomi
Regional Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasiorganisasi
ekonomi. Tujuan organisasi-organisasi tersebut untuk memajukan perekonomian
negara-negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun
hanya untuk kepentingan negaranegara anggota. Sebuah organisasi ekonomi
regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara
anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut
melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan
- Neraca Pembayaran Luar Negeri Indonesia
Perkembangan perdagangan dan investasi luar negeri menunjukkan kemajuan di
berbagai sektor neraca pembayaran (lihat Tabel IV - 1). Nilai ekspor sejak
tahun 1969/70 hingga tahun 1973/74
menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 36,4 persen setiap tahun. Apabla dibandingkan dengan tahun 1968 maka
laju pertumbuhan tersebut adalah sekitar 31 persen setiap tahun. Dalam tahun
1969/70 ekspor baru mencapai nilai
US $ 1.044 juta dibandingkan dengan US $ 872 juta dalam tahun 1968.
Dalam tahun 1973/74 nilai ekspor diperkirakan telah mencapai US $ 3.613 juta.
Kenaikan yang paling pesat dicapai dalam tahun 1973/74 di mana
ekspor meningkat dengan 86,3 persen dibandingkan dengan
tahun 1972/73.
Nilai ekspor di luar minyak bumi telah meningkat dari US $ 660 juta dalam tahun 1969/70
menjadi US $ 1.905 juta dalam tahun 1973/74, atau suatu peningkatan rata-rata
sebesar 30,3 persen (per tahun. Dalam periode yang sama ekspor minyak bumi
telah meningkat rata-rata sebesar 45,2 persen setiap tahun, yakni dari
US $ 384 juta menjadi. US $ 1.708 juta.
Dalam tahun terakhir Repelita I ekspor di luar minyak bumi telah
meningkat dengan 95,6 persen, sedangkan ekspor minyak
bumi meningkat dengan 77,0 persen
dibandingkan dengan tahun 1972/73.
Seperti halnya dengan ekspor, nilai impor juga menunjukkan peningkatan yang
semakin pesat sejak tahun 1969/70. Nilai impor telah meningkat dari US $ 1.097
juta dalam tahun 1969/ 70 menjadi US $ 3.053 juta dalam tahun 1973/74, atau
suatu peningkatan sebesar rata-rata 29,2 persen per tahun. Laju peningkatan
tersebut adalah sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 1968.
Kenaikan yang paling pesat dicapai dalam tahun 1973/74 di mana impor telah
meningkat dengan 84,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (lihat Tabel
IV - 1).
Nilai impor di luar minyak bumi telah meningkat dari US $ 1.009 juta dalam tahun 1969/70
menjadi US $ 2.592 juta dalam tahun 1973/74. Hal ini berarti suatu kenaikan
sebesar rata-rata 26,6 persen setahun. Sementara itu nilai impor minyak telah
meningkat dari US $ 88 juta menjadi US $ 461 juta, atau suatu kenaikan sebesar rata-rata 51,3
persen setahun dalam periode yang sama. Dalam tahun terakhir Repelita I impor di 1uar minyak bumi naik dengan 73,7
persen sedangkan impor minyak bumi
meningkat dengan 189,9 persen.
Pengeluaran netto untuk jasa-jasa juga menunjukkan peningkatan berhubung
dengan meningkatnya volume perdagangan dan investasi luar negeri. Pengeluaran
untuk jasa-jasa tersebut diperkirakan telah mencapai US $ 1.245 juta dalam
tahun 1973/74 atau hampir tiga kali jumlah pengeluaran dalam tahun 1969/70 yang
baru mencapai US $ 435 juta. Hal ini berarti
suatu kenaikan sebesar rata-rata 30,1 persen per tahun.
Seperti halnya dengan ekspor dan impor peningkatan pengeluaran netto untuk
jasa-jasa minyak bumi adalah lebih cepat dari pada jasa di luar minyak bumi,
yakni masing-masing 31,3 persen dan 29,0 persen untuk periode 1969/70 -
1973/74. Pengeluaran untuk jasa-jasa di luar minyak bumi dan minyak bumi
masing-masing mencapai US $ 639 juta dan US $ 606 juta dalam tahun 1973/74.
- Peran Kurs Valuta Asing
Dalam pembayaran antar negara ada
suatu kekhususan yang tidak terdapat dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri.
Sebab semua negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri, yang berlaku
sebagai alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas daerah kekuasaan itu
sendiri, tetapi belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi pembayaran antar
negara harus menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang harus
dipertukarkan satu sama lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah yang
membuat perdagangan dan pembayaran internasional menjadi perkara yang rumit,
maka dari itu dibuatlah alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara
(antarnegara) atau disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta
asing.
Kurs
valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu
negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/ dikorbankan untuk mendapatkan
satu unit nilai uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan kata lain, jika
kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya
rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun
waktu tertentu. Kurs valuta asing
adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00
= Rp. 10.000,-
Penentuan
Kurs Valuta Asing
Pada
dasarnya ada tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau
nilai tukar valuta asing:
1.
Kurs tetap, karena dikaitkan
dengan emas sebagai standard atau patokannya.
2.
Kurs bebas, yang dibentuk oleh
permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan
dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa naik – turun dengan bebas. Dewasa ini
orang bicara tentang kurs mengambang (floating rates)
3.
Kurs dibuat stabil berdasarkan
perjanjian internasional yaitu ditetapkan oleh pemerintah/bank sentral dalam
perbandingan tertentu dengan dollar atau emas sebagai patokan.
Akibat
kurs yang tidak sesuai
Apabila mata uang
suatu negara dinilai terlalu tinggi
dibandingkan dengan valuta lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan
daya beli yang sesungguhnya atau disebut over valued), akibatnya
ekspornya akan macet dan impornya didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan
neraca pembayaran terancam.
Hal
yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under
valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang
sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet.
Dari
pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran valuta asing
terhadap perekonomian di indonesia sangat penting. Karena valuta asing
merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang diimpor itu harus
dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau devisa (Foreign
exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional.
Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum) atau kredit bank luar
negeri (devisa kredit).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar