Selasa, 19 Juni 2012

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA # ( Minggu 10)


( Minggu 10 )


Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian Indonesia


  1. Perdagangan Antar Negara
Perdagangan antar negara atau sering disebut dengan persagangan internasional merupakan suatu kegiatan pertukaran barang dan jasa antara satu negara dengan negara lain yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Manfaat dari perdagangan internasional ini adalah
1. Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap negara
3. Memperluas pasar hasil produksi
4. Meningkatkan devisa
5. Meningkatkan teknologi

• peranan perdagangan luar negeri bagi pembangunan ekonomi Indonesia
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan (trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan.Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian,kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).

  • kebijaksanaan perdagangan luar negeri dari Pelita ke Pelita berikutnya
Pembangunan pada zaman orde baru terdapat 6 tahap pelita, yaitu:
1)     Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I :Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
2)     Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3)     Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
·        Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
·        Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
·        Pemerataan pembagian pendapatan
·        Pemerataan kesempatan kerja
·        Pemerataan kesempatan berusaha
·        Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
·        Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
·        Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4)     Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5)     Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6)     Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

  1. Hambatan Perdagangan Antar Negara
Setiap negara selalu menginginkan perdagangan yang dilakukan antarnegara dapat berjalan dengan lancar. Namun, terkadang kegiatan perdagangan antarnegara juga mengalami beberapa hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan Indonesia dalam perdagangan internasional.

Berikut ini beberapa hambatan yang dialami Indonesia dalam perdagangan internasional.
1. Perbedaan Mata Uang Antarnegara Pada umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah yang dapat menghambat perdagangan antarnegara. Negara yang melakukan kegiatan ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan mata uang negara pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.

2 . Kualitas Sumber Daya yang Rendah Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional. Mengapa? Karena jika sumber daya manusia rendah, maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.

3 . Pembayaran Antarnegara Sulit dan Risikonya Besar Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila membayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga mempunyai
risiko yang besar. Oleh karena itu negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer atau menggunakan L/C.

4 . Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu Negara Setiap negara tentunya akan selalu
melindungi barang-barang hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan perdagangan.

5 . Terjadinya Perang Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.

6 . Adanya Organisasi-Organisasi Ekonomi Regional Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasiorganisasi ekonomi. Tujuan organisasi-organisasi tersebut untuk memajukan perekonomian negara-negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk kepentingan negaranegara anggota. Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan

  1. Neraca Pembayaran Luar Negeri Indonesia
Perkembangan perdagangan dan investasi luar negeri menun­jukkan kemajuan di berbagai sektor neraca pembayaran (lihat Tabel IV - 1). Nilai ekspor sejak tahun 1969/70 hingga        tahun 1973/74 menunjukkan perkembangan yang semakin me­ningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 36,4 persen setiap tahun. Apabla dibandingkan dengan tahun 1968 maka laju pertumbuhan tersebut adalah sekitar 31 persen setiap tahun. Dalam tahun 1969/70 ekspor baru mencapai nilai       US $ 1.044 juta dibandingkan dengan US $ 872 juta dalam tahun 1968. Dalam tahun 1973/74 nilai ekspor diperkirakan telah mencapai US $ 3.613 juta. Kenaikan yang paling pesat dicapai dalam tahun 1973/74 di mana ekspor meningkat dengan 86,3 persen dibandingkan dengan tahun 1972/73.
Nilai ekspor di luar minyak bumi telah meningkat dari         US $ 660 juta dalam tahun 1969/70 menjadi US $ 1.905 juta dalam tahun 1973/74, atau suatu peningkatan rata-rata se­besar 30,3 persen (per tahun. Dalam periode yang sama ekspor minyak bumi telah meningkat rata-rata sebesar 45,2 persen setiap tahun, yakni dari US $ 384 juta menjadi. US $ 1.708 juta. Dalam tahun terakhir Repelita I ekspor di luar minyak bumi telah meningkat dengan 95,6 persen, sedangkan ekspor minyak
 bumi meningkat dengan 77,0 persen dibandingkan dengan tahun 1972/73.
Seperti halnya dengan ekspor, nilai impor juga menunjukkan peningkatan yang semakin pesat sejak tahun 1969/70. Nilai impor telah meningkat dari US $ 1.097 juta dalam tahun 1969/ 70 menjadi US $ 3.053 juta dalam tahun 1973/74, atau suatu peningkatan sebesar rata-rata 29,2 persen per tahun. Laju peningkatan tersebut adalah sedikit lebih rendah apabila di­bandingkan dengan tahun 1968. Kenaikan yang paling pesat dicapai dalam tahun 1973/74 di mana impor telah meningkat dengan 84,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (lihat Tabel IV - 1).
Nilai impor di luar minyak bumi telah meningkat dari           US $ 1.009 juta dalam tahun 1969/70 menjadi US $ 2.592 juta dalam tahun 1973/74. Hal ini berarti suatu kenaikan sebesar rata-rata 26,6 persen setahun. Sementara itu nilai impor minyak telah meningkat dari US $ 88 juta menjadi US $ 461 juta,     atau suatu kenaikan sebesar rata-rata 51,3 persen setahun dalam periode yang sama. Dalam tahun terakhir Repelita I  impor di 1uar minyak bumi naik dengan 73,7 persen sedangkan   impor minyak bumi meningkat dengan 189,9 persen.
Pengeluaran netto untuk jasa-jasa juga menunjukkan pe­ningkatan berhubung dengan meningkatnya volume perda­gangan dan investasi luar negeri. Pengeluaran untuk jasa-jasa tersebut diperkirakan telah mencapai US $ 1.245 juta dalam tahun 1973/74 atau hampir tiga kali jumlah pengeluaran dalam tahun 1969/70 yang baru mencapai US $ 435 juta. Hal ini berarti  suatu kenaikan sebesar rata-rata 30,1 persen per tahun.
Seperti halnya dengan ekspor dan impor peningkatan penge­luaran netto untuk jasa-jasa minyak bumi adalah lebih cepat dari pada jasa di luar minyak bumi, yakni masing-masing 31,3 persen dan 29,0 persen untuk periode 1969/70 - 1973/74. Pe­ngeluaran untuk jasa-jasa di luar minyak bumi dan minyak bumi masing-masing mencapai US $ 639 juta dan US $ 606   juta dalam tahun 1973/74.


  1. Peran Kurs Valuta Asing
Dalam pembayaran antar negara ada suatu kekhususan yang tidak terdapat dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri. Sebab semua negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri, yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas daerah kekuasaan itu sendiri, tetapi belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi pembayaran antar negara harus menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang harus dipertukarkan satu sama lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah yang membuat perdagangan dan pembayaran internasional menjadi perkara yang rumit, maka dari itu dibuatlah alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara (antarnegara) atau disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta asing.
Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/ dikorbankan untuk mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun waktu tertentu. Kurs valuta asing adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,-

Penentuan Kurs Valuta Asing
Pada dasarnya ada tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau nilai tukar valuta asing:
1.   Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas sebagai standard atau patokannya.
2.   Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa naik – turun dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang kurs mengambang (floating rates)
3.   Kurs dibuat stabil berdasarkan perjanjian internasional yaitu ditetapkan oleh pemerintah/bank sentral dalam perbandingan tertentu dengan dollar atau emas sebagai patokan.

Akibat kurs yang tidak sesuai
      Apabila mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan valuta lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan daya beli yang sesungguhnya atau disebut over valued), akibatnya ekspornya akan macet dan impornya didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran terancam.
      Hal yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet.
      Dari pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran valuta asing terhadap perekonomian di indonesia sangat penting. Karena valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum) atau kredit bank luar negeri (devisa kredit).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar